Rabu, 10 Mei 2017

Cerita AHOK "SUP -- AIR MATA DUKA ATAS VONIS AHOK" (Brigman Sirait)





Ahok gubernur fenomenal. Tak lama menjabat tapi dia cepat berkarya dan diganjar sangat banyak penghargaan berbanding gubernur se-Indonesia. Karya untuk Jakarta mulai dari RPTRA, normalisasi kali, maksimalisasi Trans Jakarta, hingga seksekusi MRT, LRT, dan lain-lain. Terkenal tak hanya di Jakarta tapi juga belahan dunia lainnya. Berani melawan arus, memberantas korupsi, mengeksploitasi transparansi melalui E-Budgeting. Peduli pada orang miskin namun tak rela melanggar konstitusi, sikap langka yang ada padanya. Menegakkan hukum mengembalikan hak negara, itulah dia. Namun kejujurannya hingga bicara apa adanya, cenderung dianggap kasar dan menyasar manusia dasa muka. Ahok bersalah karena salah memilih kata, sekalipun dalam konteks yang benar yaitu jangan merasa tidak enak memilih saya karena keyakinan agama yang dikumandangkan pemuka. Kata-katanya salah, juga tidak seratus persen, karena tak satupun saksi dipengadilan yang hadir melihat dan mendengar pidatonya merasa ada yang salah. Tapi itulah realitanya. Dia tergugat karena dia Gubernur dengan minus double degree. Sejuta peristiwa dan cinta seakan terlupa, benci disana sini menggema.


Putusan hakim telah jatuh, jauh lebih berat dari gugatan jaksa yang justru mengakui tak semua gugatannya terbukti. Dari dua pasal penodaan agama KHUP 156a, menjadi hanya 156 yaitu penghinaan terhadap golongan. Tak jelas golongan mana yang dimaksud. Namun jaksa sepenuhnya memiliki hak menuntut berdasarkan keyakinannya. Tuntutan jaksa hukuman satu tahun dengan 2 tahun percobaan yang berarti tidak perlu dipenjarakan, menjadi 2 tahun penjara dalam vonis hakim. Semua yang mengikuti persidangan terkejut, begitu juga para pembela. Namun suka atau tidak kita harus menerima keputusan hakim sekalipun sulit menalarnya. Ahok dikatakan koopertaif, sopan, tak pernah mangkir, namun malah diperberat hukumnya. Sementara hal yang dinilai memberatkan menyinggung dan menimbulkan kegaduhan dikalangan umat Islam, lucunya tak sedikit umat Islam yang memihaknya. Tampaknya hukum tak sendiri, dia berselingkuh dengan politik. Tak jelas mas kawinnya, tapi yang pasti Ahok dianggap pas sebagai tumbalnya.

Penting buat pecinta kebenaran, ini buat soal Ahok, agama, hukum, atau politik belaka. Ini soal kepentingan yang lebih besar yang bisa memanfaatkan atau mengorbankan semuanya. Ingat baik-baik, ada banyak pemain yang biasa menghalalkan segala cara dan menusuk dari belakang. Mulut dan kata-kata mereka manis namun mematikan. Mungkin kita kecewa, airmata mengalir sudah, tapi tak boleh tenggelam disana. Kita sebagai anak bangsa yang rindu pemimpin besar karena benar harus semakin bijaksana menyikapi situasi sekitar kita. Persoalan lebih besar menanti di Pilkada serentak 2018 dan Pileg serta Pilpres 2019. Gerakan radikal seakan naik daun dan kelompok yang memanfaatkannya semakin yakin dengan divonis penjaranya Ahok. Ahok dihentikan peluang politiknya, namun dia tampak teguh dan siap dengan segala resikonya. Memang usaha banding terbuka, kita lihat saja.
Apa yang harus kita lakukan, mari menyatukan diri tak lagi terpisah. Jangan berhenti hanya dalam doa tapi juga bekerja. Rumuskan perjuangan suci yang tak terjebak benci tapi elegan dan terinci. Semoga dipenjarakannya Ahok bisa menjadi amunisi kebersamaan dan semangat perjuangan. Dan dari penjara, semoga Ahok tetap bersuara dengan kekuatan ganda tanpa harus terpeleset. Berita Ahok viral di sosmed, tak kurang dari 50 media asing meliputnya. Ah, Ahok, berkat Allah tak berhenti untukmu, dibalik duka ada suka.

Airmata kami bagimu, bukan terperangkap sedih, tapi semangat berjuang dalam kebenaran. Maklum dinegeri kita yang tak jelas salahnya juga bisa masuk penjara, tapi kita cinta Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar