Rabu, 03 September 2014

`KASIH`Sebagai Kunci Mempersiapkan Umat Yang Layak Bagi Tuhan

sumber   http://hmministry.com/2014/08/4021/_KASIH_Sebagai_Kunci_Mempersiapkan_Umat_Yang_Layak_Bagi_Tuhan.GBI



Perintah Tuhan kepada kita sebagai gereja-Nya semakin jelas, yaitu untuk mempersiapkan bagi Tuhan suatu “Umat yang layak bagi-Nya.” Ini suatu kehormatan yang Tuhan berikan, suatu kepercayaan yang besar. Mari kita terima perintah Tuhan ini sebagai sebuah “Kebenaran” yang harus dilakukan dengan tepat, seperti respon Nuh yang di perintahkan Tuhan untuk membangun bahtera. Alkitab menyatakan: “Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya.” (Kejadian 6:22). Karena Nuh taat maka ia selamat. Demikian juga kita; jika kita mau selamat dan masuk surga, kitapun harus merspon perintah Tuhan tersebut. Yesus berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 7:21)

Agar bisa mempersiapkan umat yang layak maka kita yang harus terlebih dahulu memiliki kualitas hidup sebagai umat yang layak bagi Tuhan. Kunci agar kita bisa memiliki kualitas hidup sebagai umat yang layak adalah hidup dalam KASIH, artinya kita sudah menerima Kasih Allah dan kita mengasihi sesama kita. Yesus Kristus berkata, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 19:19), artinya jikalau kita membenci sesama karena kita tidak menyukai mereka, bagaimana kita bisa mempersiapkan umat yang layak bagi-Nya? Tanpa kasih, kita tidak berguna sebab kita tahu bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, dan Alkitab menyatakan barangsiapa tidak mengasihi maka ia tetap di dalam maut. Kita tidak bisa disebut sebagai anak-anak Allah, tidak perduli pengalaman rohani apapun yang telah kita alami atau banyaknya gereja yang telah kita hadiri dan seberapa tingginya jabatan kita di gereja, Firman Tuhan menyatakan, “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” (1 Yohanes 4:8)
Apabila kita beragama Kristen namun kita tidak mengenal Allah karena kita tidak mengasihi sesama, maka sesungguhnya kita tidak bisa dikategorikan sebagai murid Kristus sebab Yesus berkata, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yohanes 13:34-35). Namun jika kita tidak mau mengasihi, Yesus berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Matius 7:23). Mari kita introspeksi diri kita , apakah kita masing-masing mau mengasihi sesama?
KASIH ITU SABAR
Kasih yang sabar bertahan, kasih yang sabar tidak pernah bosan dan lelah menunggu. Kasih yang sabar tidak pernah menyerah terhadap seorang anak yang suka bohong, yang kecanduan minuman keras atau anak yang memberontak. Kasih yang sabar bertekun dalam suatu pernikahan tanpa cinta. Kasih yang sabar mengatupkan rahangnya dan tetap berpegang pada harapan yang tak pernah pudar untuk hari depan yang lebih baik. Sayangnya, banyak di antara kita tidak dapat memahami pribadi Tuhan yang begitu Mahakuasa namun juga panjang sabar. Saat Tuhan tidak melakukan apa yang kita inginkan, kita menjadi gelisah dan cerewet. Kita harus belajar prinsip ilahi tentang sifat Tuhan ini; Penundaan Tuhan bukanlah penolakan. Mungkin ketika kita melihat ada kecurangan, ada ketidak-adilan, kita berseru kepada Tuhan dan sepertinya Ia tidak melakukan apa-apa, lalu kita berteriak, “Engkau tidak mengasihi ku!” atau “Di mana Engkau Tuhan, saat aku membutuhkan-Mu?” Kita harus tahu bahwa salah satu ciri daripada kasih Tuhan adalah lambat untuk marah, Ia panjang sabar. Lihatlah kesabaran-Nya dalam rencana keselamatan. Allah mengutus Musa kepada bangsa Israel, dan ditolak. Allah mengutus para nabi, dan mereka dilempari batu. Lalu Allah mengutus Yesus Kristus bukan dengan berjalan seperti seorang panglima tertinggi yang tidak boleh di jamah, bukan sebagai pribadi yang haus akan kekuasaan dan bukan juga seorang yang sibuk dengan pencitraan untuk diri-Nya. Yesus lahir di palungan, di tempat yang sangat sederhana namun Ia bertumbuh sebagai seorang Anak yang punya integritas, sifat Allah yang penuh Kasih begitu melekat pada diri-Nya. Dia menjamah orang-orang yang sakit kusta yang justru tabu untuk dijamah. Ia merangkul dan menolong orang-orang yang terbuang dari masyarakat. Ia membasuh kaki para murid-Nya yang kotor di ruang atas pada jam-jam terakhir dari hidup-Nya. Juru Selamat dunia itu mengizinkan tentara Herodes menampar dan meludahi-Nya, mengolok-olok, mengenakan mahkota duri di kepala-Nya dan memakukan kaki dan tangan-Nya di sebuah salib Romawi yang keji di Golgota di luar Yerusalem. Mengapa Allah mengizinkan ini terjadi? Karena Kasih Allah itu sabar. Seberapa sabarkah kita terhadap diri kita sendiri dan orang-orang lain? Saya percaya, jika Kasih Allah itu sudah kita alami dan tinggal di dalam kita, maka kita juga mampu mengasihi dengan kasih yang sabar.
KASIH ITU MURAH HATI
Kemurahan hati adalah kasih yang bertindak! Kemurahan hati adalah kemampuan untuk mengasihi sesama lebih dari yang pantas mereka terima. Seringkali kita berkata: “Saya mau lakukan yang besar untuk Tuhan,” apakah kita mau bermurah hati kepada anak-anak-Nya? Ketika kita mengetahui ada seorang suami meninggalkan isteri dan anak-anaknya yang masih kecil dalam kesulitan ekonomi,  lalu si isteri bekerja keras untuk membesarkan anak-anaknya dan tidak lama kemudian si isteri itu meninggal dunia. Bagaimana dengan anak-anaknya? Apakah kita hanya bisa bilang: “Kasihan ya” tanpa ada tindakan apa-apa? Atau ketika kita tahu ada puluhan juta orang miskin, orang sakit, orang yang teraniaya di negeri, apakah kita hanya sibuk mengkritik dan menyalahkan pemerintah tanpa kita bertindak menolong mereka. Coba kita cari tahu, ada berapa banyak orang miskin, orang yang menderita di gereja kita masing-masing? Lalu, setelah kita mengetahuinya; apa yang akan kita lakukan? Lonceng bukanlah lonceng sampai kita membunyikannya, lagu bukanlah lagu sampai kita menyanyikannya. Kasih yang ada di dalam hati kita tidak ditaruh di sana begitu saja, kasih bukanlah kasih sampai kita memberikannya karena: “Kasih itu murah hati.”
KASIH ITU TIDAK CEMBURU
Banyak terjadi perpecahan dalam rumah tangga, perpecahan dalam hubungan pertemanan, perpecahan dalam tubuh gereja dan lain-lain yang penyebabnya adalah cemburu dalam pengertian: iri hati. Pada umumnya seseorang akan mengkritik orang lain yang secara diam-diam ia cemburui. Saat kita merasa iri berarti kita siap menuai masalah, sebab kasih sejati itu tidak cemburu, tidak iri hati, dan tidak posesif. Saul tidak bisa mengendalikan rasa cemburunya pada Daud dengan bijak, padahal ia lebih tua dan dewasa. Saul tidak bisa menerima ketika Daud berhasil mengalahkan orang Filistin, dan perempuan-perempuan dari segala kota Israel menyanyi sambil menari-nari dengan bersuka ria dengan memukul rebana sambil berkata, “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.” Hal itu membangkitkan amarah Saul, karena perkataan itu sangat menyebalkan hatinya. Saul berpikir, “Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh kepadanya.” (1 Samuel 18:8)
Sejak hari itu Saul selalu mendengki Daud, karena iri hati. Lalu ia mempergunakan kekuasaannya sebagai raja untuk membunuh Daud dengan menempatkan Daud pada tugas-tugas sulit yang taruhannya adalah nyawa Daud. Tapi Tuhan selalu menyertai dan melindungi. Alkitab mencatat, sejak saat Saul cemburu pada Daud hingga matinya, ia terus membenci Daud dan terus mencoba membunuh Daud. Saul dikuasai oleh kemarahan luar biasa karena gagal membunuh Daud. Hari-harinya dilewati dengan memikirkan bagaimana caranya membunuh Daud, tragis sekali. Semuanya berawal dari rasa iri dan cemburu yang merupakan kemarahan karena tidak memiliki apa yang orang lain miliki. Tapi kemudian berkembang menjadi kemarahan luar biasa dan tak terkendali. Malah kehidupan Saul dikendalikan oleh kebencian dan kemarahannya terhadap Daud. Apakah kita iri melihat orang tua kita lebih memperhatikan saudara kita? Apakah kita rela melihat bawahan kita lebih populer dari pada kita? Bisakah kita bersuka cita melihat seseorang yang baru memulai pelayanan tapi wilayah pelayanannya lebih luas dari pada kita? Kasih itu tidak cemburu.
KASIH ITU SANTUN
Kasih itu tidak pernah kasar, kasih itu tidak berlaku tidak senonoh. Ada seorang Kristen dan sudah di baptis Roh Kudus, mempunyai jabatan tinggi di gerejanya, tetapi ketika ia marah;  kata-katanya sangat menyakiti orang yang ia marahi. Bisakah dengan begitu kita mempersiapkan umat yang layak bagi-Nya? Apa salahnya menjadi orang yang santun ?
•  Menarik kursi dan mempersilahkan seorang yang lebih tua untuk duduk
•  Membukakan pintu mobil bagi istri; walaupun telah menikah selama dua puluh lima tahun,
•  Menguasai diri untuk tidak  berpakaian yang seronok
Adalah ekspresi  yang alamiah dari kasih yang santun. Kesopanan itu harus diajarkan, tidak didapat seperti suatu virus. Anak-anak di rumah  akan meneladani kesopanan yang kita terapkan;  di dalam masyarakat. Memang saat ini sikap sopan semakin sulit untuk ditemukan namun jika kita mengasihi anak atau cucu kita, maka kita harus mengajarkan kepada mereka untuk bersikap sopan dalam perkataan, perbuatan dan berpakaian dengan memberikan teladan. Kesopanan dapat menjadi suara kasih yang terjelas, karena kasih “tidak melakukan yang tidak sopan.”
KASIH ITU SETIA
Rasul Paulus menulis: “Kasih .... tidak mencari keuntungan diri sendiri.“ (1 Korintus 13:5). Kasih itu tidak bersikeras memaksakan caranya sendiri, karena kasih sejati itu tidak mengejar keuntungan dan keunggulan pribadi. Kisah Rut dan Naomi dalam Perjanjian Lama merupakan tanda puncak kesetiaan dalam Firman Allah. Rut adalah seorang kafir namun ia mendukung ibu mertuanya, Naomi di perbatasan Yehuda; sementara mereka akan masuk ke Betlehem yang artinya adalah rumah roti dan pujian.
Saat Rut melangkah masuk ke perbatasan itu, ia sedang berpindah ke dalam masyarakat Yahudi tanpa harapan untuk menikah lagi karena bangsa Yahudi tidak menikah dengan orang kafir. Namun saat itu Rut mengungkapkan sikap kesetiaan yang unik kepada ibu mertuanya, dengan mengetahui bahwa ia tidak bisa mengharapkan apapun di masa depan. Ia berkata: “Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!” (Rut 1:16-17)
Itulah ekspresi kesetiaan! Dan saat ini kesetiaan sudah merupakan hal yang “langka”. Apakah kita berbuat baik kepada orang lain karena ada keuntungan pribadi atau karena mengasihi mereka secara tulus? Banyak rakyat kecewa karena sikap pejabat yang mencari keuntungan pribadi dan tidak setia kepada amanat rakyat. Bulan Agustus ini adalah bulan yang penting bagi bangsa Indonesia, karena pada tanggal 17 Agustus 2014 genap 69 tahun Negara Kesatuan Republik Indonesia merdeka sebagai suatu bangsa. Memang sebagai suatu bangsa, kita sudah merdeka, namun pertanyaannya apakah bangsa ini sudah  betul-betul sudah merdeka dari dosa? Merdeka dari kepahitan, kebenciaan, tawar hati, putus asa, ketakutan, pornografi, kehidupan seksual yang menyimpang seperti; gay, lesbian, transgender dan kebiasaan buruk lainnya?
Apakah kita sungguh-sungguh mau melayani bangsa ini agar merdeka dari dosa dan kebiasaan-kebiasaan buruk? Kekristenan tanpa kasih merupakan suatu “okultisme” lain, dan ketahuilah bahwa dunia tidak perduli dengan apa yang kita ketahui sampai mereka tahu bahwa kita perduli. Kasih tidak memiliki buku yang berisi daftar catatan tentang dosa dan kegagalan orang-orang lain, karena kasih mengampuni tanpa syarat dan sepenuhnya. Memang kasih sejati tidak selalu memiliki akhir yang bahagia, kasih sejati tidak memiliki akhir. Namun tetaplah mengasihi, karena “Kasih” adalah kunci untuk mempersiapkan “Umat yang layak bagi-Nya.” Kiranya Tuhan Yesus Kristus memberkati kita semua, amin! (FM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar