Kamis, 13 Mei 2021

Menjadi Saksi Kristus”

 Menjadi Saksi Kristus”


BACAAN PAGI: Lukas 24:44-53
BACAAN MALAM: Efesus 1:15-23


Setelah 40 hari Yesus bangkit dan menampakkan diri-Nya kepada para murid, Ia terangkat kembali naik ke sorga. Mereka diberikan tanggungjawab yang besar sebagai para saksi atas kehidupan, kematian, serta kebangkitan-Nya. Yesus tegas mengatakan, "Kamu adalah saksi dari semuanya ini!" (48) Karena itu mereka wajib mengatakan apa yang mereka lihat dan alami, tanpa boleh ada rekayasa atau kebohongan sekecil apapun dalam kesaksian mereka. Mereka adalah saksi mata yang telah dilakukan dan diucapkan oleh Tuhan Yesus, dan harus memberitakan tentang pertobatan dan pengampunan dosa kepada segala bangsa. (47) Apa yang telah terjadi adalah penggenapan dari apa yang telah tertulis dalam kitab Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur. (44) Kesaksian mereka itulah yang telah dibukukan juga oleh Roh Kudus menjadi kitab Perjanjian Baru. Yesus yang kini telah berada di sorga kelak akan datang kembali untuk menjemput kita yang percaya kepada Dia. Dia juga akan menghakimi dunia ini, baik yang hidup mau pun yang mati.
Tanggungjawab dan kewajiban yang sama kini telah diserahkan kepada kita sebagai penerus janji untuk disampaikan kepada segala bangsa, agar yang percaya boleh bertobat dan beroleh hidup yang kekal. Karena itu, setiap hari kita mengemban tanggungjawab untuk menyampaikan kasih Allah di dalam dan melalui Yesus. Menjadi saksi Kristus memang tidak mudah. Sebagaimana Dia sendiri telah ditolak dan disalibkan oleh orang Yahudi, jiwa kita pun dapat terancam oleh pihak-pihak yang tidak menyukai kita mau pun oleh mereka yang merasa disudutkan oleh kesaksian yang kita berikan. Sebab Iblis sangat tidak menyukai siapa pun orang yang percaya dan menjadi pengikut Yesus. Iblis merasa tersudut oleh pemberitaan kita, karena itu ia juga pasti akan bekerja juga melalui orang-orang di sekeliling kita untuk menolak dan membenci kita. Karena itu jangan heran jika banyak oknum yang memang sangat tidak suka bila kita menjadi saksi-saksi Kristus. Bahkan bisa jadi orang-orang terdekat kita pun seringkali dipakai Iblis untuk merusak rencana Allah dalam hidup kita. Sasaran utama Iblis adalah justru para hamba Tuhan. Hal ini perlu dan harus disadari oleh masing-masing pribadi hamba Tuhan mau pun orang tertentu dalam lingkungan terdekat hamba Tuhan. Namun bagi para hamba Tuhan, jangan takut untuk menjadi saksi Kristus, karena kuasa Allah telah diberikan bagi kita untuk melakukan semua itu, juga janji akan penyertaan-Nya. Mari bersaksi, dan “Ikutlah Yesus!” Amin!


Doa: 🙏
“Kenaikan-Mu kembali ke sorga adalah janji terbesar bagi kami, ya Tuhan Yesus, bahwa Engkau akan datang kembali menjemput kami. Jadikanlah kami saksi Injil-Mu. Amin!”

Rabu, 05 Mei 2021

Untuk Tumbuh Bijaksana, Kita Periksalah Hidup Kita

To Grow Wise, Examine Your Life
BY RICK WARREN —
”Examine yourselves to see if your faith is genuine. Test yourselves. Surely you know that Jesus Christ is among you; if not, you have failed the test of genuine faith.”
2 Corinthians 13:5 (NLT)
An unexamined experience is worthless.
There are people who are 50 years old who haven’t truly lived 50 years. Instead, they’ve lived one year 50 times. They make the same mistakes over and over again because they never stop and extract the lessons. They never ask, “What happened in this last year? What can I do differently so that I can live life better going forward?”
The Bible says you should take time to review your life: “Examine yourselves to see if your faith is genuine. Test yourselves. Surely you know that Jesus Christ is among you; if not, you have failed the test of genuine faith” (2 Corinthians 13:5 NLT).
When you examine your life experiences, look for two things:
Look for benefits. What have you really enjoyed in your life? Don’t just say, “I really enjoyed that job.” Ask, “What was it about that job that I really loved?” Don’t just say, “I really liked that class.” Ask, “What exactly about that class did I like? Why was it so fulfilling to me?” You’ll get little clues about where you should be headed with your life.
Look for patterns. Particularly, look for patterns in your failure. When you fail, you tend to do it the same way every time. So, look and ask, “Where have I failed in the past? What patterns do I keep repeating?” Don’t look for patterns so you can beat yourself up but because you want to be different.
If you ignore the mistakes of your past, you’re likely to repeat them. This was the problem with the Israelites when Moses led them out of Egypt. Their trip to the Promised Land should have taken only a few weeks, but instead it took 40 years because they refused to learn from their experiences and from the tests God put before them. Each failed test meant one more lap around the desert.
The Bible says in Job 32:7, “The longer you live, the wiser you become” (The Message).
That verse is a possibility, not a promise. There are people who are old and foolish. Wisdom does not automatically come with age.
But wisdom is possible for anyone. No matter your age, maturity comes as you let God teach you through the everyday experiences of life.
Talk It Over:
* We have lived through an extraordinary year. What are some specific experiences from the past year that you have learned from? How have you seen God work through your circumstances?
* How has failure helped you mature spiritually, emotionally, and mentally?
* What would you consider as evidence of maturity and wisdom in your life?


Untuk Tumbuh Bijaksana, Kita Periksalah Hidup Kita
OLEH RICK WARREN -


”Ujilah dirimu sendiri untuk melihat apakah imanmu asli. Ujilah dirimu. Tentunya engkau tahu bahwa Yesus Kristus ada di antara kamu; jika tidak, engkau telah gagal dalam ujian iman yang tulus.”
2 Korintus 13: 5 (New Living Translation/NLT)
Pengalaman yang tidak diperiksa tidak ada artinya.
Ada orang yang berusia 50 tahun yang belum benar-benar hidup 50 tahun. Sebaliknya, mereka telah hidup selama satu tahun 50 kali. Mereka melakukan kesalahan yang sama berulang kali karena mereka tidak pernah berhenti dan mengambil pelajaran. Mereka tidak pernah bertanya, “Apa yang terjadi tahun lalu ini? Apa yang dapat saya lakukan secara berbeda sehingga saya dapat menjalani hidup dengan lebih baik ke depan?”
Alkitab mengatakan kita harus meluangkan waktu untuk meninjau hidup kita: “Ujilah dirimu sendiri untuk melihat apakah imanmu asli. Ujilah dirimu. Tentunya engkau tahu bahwa Yesus Kristus ada di antara kamu; jika tidak, engkau telah gagal dalam ujian iman yang tulus” (2 Korintus 13: 5 NLT).
Saat kita memeriksa pengalaman hidup kita, kita carilah dua hal:
Kita cari manfaatnya. Apa yang benar-benar kita nikmati dalam hidup kita? Jangan kita hanya berkata, "Saya sangat menikmati pekerjaan itu." Kita tanyakan, "Apa yang benar-benar saya sukai dari pekerjaan itu?" Jangan kita hanya berkata, "Saya sangat menyukai kelas itu." Kita tanyakan, “Sebenarnya apa yang saya sukai dari kelas itu? Mengapa hal itu begitu memuaskan bagi saya?” Kita akan mendapatkan sedikit petunjuk tentang ke mana kita harus menuju dalam hidup kita.
Kita cari polanya. Secara khusus, kita cari pola kegagalan kita. Ketika kita gagal, kita cenderung melakukannya dengan cara yang sama setiap saat. Jadi, kita lihat dan tanyakan, “Di mana saya pernah gagal di masa lalu? Pola apa yang terus saya ulangi?” Jangan kita mencari pola sehingga kita bisa menyalahkan diri sendiri tetapi karena kita ingin  berbeda.
Jika kita mengabaikan kesalahan masa lalu kita, kemungkinan besar kita akan mengulanginya. Ini adalah masalah bangsa Israel ketika Musa memimpin mereka keluar dari Mesir. Perjalanan mereka ke Tanah Perjanjian seharusnya hanya memakan waktu beberapa minggu, tetapi malah memakan waktu 40 tahun karena mereka menolak untuk belajar dari pengalaman mereka dan dari ujian yang Allah berikan kepada mereka. Setiap ujian yang gagal berarti satu putaran lagi di sekitar gurun.
Alkitab berkata dalam Ayub 32: 7, "Semakin lama engkau hidup, semakin bijaksana engkau jadinya" (The Message).
Ayat itu adalah kemungkinan, bukan janji. Ada orang yang sudah tua dan bodoh. Hikmat tidak secara otomatis datang dengan bertambahnya usia.
Tetapi kebijaksanaan mungkin bagi siapa saja. Tidak peduli usia kita, kedewasaan datang saat kita membiarkan Tuhan mengajar kita melalui pengalaman hidup sehari-hari.
Untuk Kita Renungkan:
* Kita telah menjalani tahun yang luar biasa. Apa beberapa pengalaman khusus dari tahun lalu yang telah Anda pelajari? Bagaimana Anda telah melihat Tuhan bekerja melalui keadaan Anda?
* Bagaimana kegagalan membantu Anda menjadi dewasa secara rohani, emosi, dan mental?
* Apa yang Anda anggap sebagai bukti kedewasaan dan hikmat dalam hidup Anda?

Minggu, 02 Mei 2021

Tujuan Allah: Karakter Kita, Bukan Kenyamanan Kita

od’s Goal: Your Character, Not Your Comfort


BY RICK WARREN —


“Take on an entirely new way of life—a God-fashioned life, a life renewed from the inside and working itself into your conduct as God accurately reproduces his character in you.”

Ephesians 4:22-24 (The Message)


Many religions and philosophies promote the old lie that humans are divine or can become gods. Let me be absolutely clear: You will never become God or even a god.


That prideful lie is Satan’s oldest temptation. Satan promised Adam and Eve that if they followed his advice, they would “be as gods” (Genesis 3:5 KJV).


This desire to be a god shows up every time you try to control your circumstances, your future, and the people around you. But you’re a creature; you will never be the Creator. God doesn’t want you to become a god; he wants you to become godly. He wants you to develop his values, attitudes, and character.


You are meant to “take on an entirely new way of life—a God-fashioned life, a life renewed from the inside and working itself into your conduct as God accurately reproduces his character in you” (Ephesians 4:22-24 The Message).


God’s ultimate goal for your life on Earth is not comfort but character development. He wants you to grow spiritually and become like Christ.


Becoming like Christ does not mean losing your personality or becoming a mindless clone. God created your uniqueness, so he certainly doesn’t want to destroy it. Christlikeness is all about transforming your character, not your personality.


God wants you to develop the kind of character described in the Beatitudes of Jesus (Matthew 5:1-2), the fruit of the Spirit (Galatians 5:22-23), Paul’s great chapter on love (1 Corinthians 13), and Peter’s list of the characteristics of an effective and productive life (2 Peter 1:5-8).


When you forget that character is one of God’s purposes for your life, you will become frustrated by your circumstances. You may wonder, “Why is this happening to me? Why am I having such a difficult time?” One answer is that life is supposed to be difficult! It’s what enables you to grow.


Many Christians misinterpret Jesus’ promise of an abundant life (John 10:10) to mean perfect health, a comfortable lifestyle, constant happiness, full realization of your dreams, and instant relief from problems through faith and prayer.


They expect the Christian life to be easy. They expect heaven on Earth.


This self-absorbed perspective treats God as a genie who simply exists to serve you in your selfish pursuit of personal fulfillment. But God is not your servant. If you fall for the idea that life is supposed to be easy, you will either become severely disillusioned or live in denial of reality.


Never forget that life is not about you! You exist for God’s purposes, not vice versa. Why would God provide heaven on Earth when he’s planned the real thing for you in eternity? Spend your time on Earth preparing for heaven by building your Christlike character.


Talk It Over:


* It’s sometimes difficult to see how God is working on your character in the midst of difficult circumstances. What do you think God wants you to do when you don’t understand how he is working in your life?


* How does an eternal perspective—focusing on the reward of heaven—change how you approach tough times?


* In what ways can your gifts and abilities be more effective when they are aligned with God’s purposes?


Tujuan Allah: Karakter Kita, Bukan Kenyamanan Kita


OLEH RICK WARREN -


”Ambillah cara hidup yang sama sekali baru — hidup yang diciptakan Allah, kehidupan yang diperbarui dari dalam dan bekerja dengan sendirinya ke dalam tingkah lakumu sebagaimana Allah secara akurat mereproduksi karakter-Nya di dalam engkau.”

Efesus 4: 22-24 (The Message/Pesan)


Banyak agama dan filosofi mempromosikan kebohongan lama bahwa manusia itu ilahi atau bisa menjadi dewa. Biar saya perjelas: kita tidak akan pernah menjadi Allah atau bahkan dewa.


Kebohongan sombong itu adalah godaan Setan yang paling tua. Setan berjanji kepada Adam dan Hawa bahwa jika mereka mengikuti nasihatnya, mereka akan "menjadi seperti allah" (Kejadian 3: 5 King James Version/KJV).


Keinginan untuk menjadi dewa ini muncul setiap kali kita mencoba mengendalikan keadaan kita, masa depan kita, dan orang-orang di sekitar kita. Tapi kita adalah ciptaan; kita tidak akan pernah menjadi Pencipta. Allah tidak ingin kita menjadi allah; Dia ingin kita menjadi seperti Allah. Dia ingin kita mengembangkan nilai, sikap, dan karakterNya.


Kita dimaksudkan untuk “mengambilcara hidup yang sama sekali baru — hidup yang diciptakan Allah, kehidupan yang diperbarui dari dalam dan bekerja dengan sendirinya ke dalam tingkah lakumu sebagaimana Allah secara akurat mereproduksi karakter-Nya di dalam engkau”” (Efesus 4: 22-24 The Message).


Tujuan akhir Allah untuk hidup kita di Bumi bukanlah kenyamanan tetapi pengembangan karakter. Dia ingin agar kita bertumbuh secara rohani dan menjadi seperti Kristus.


Menjadi seperti Kristus tidak berarti kehilangan kepribadian kita atau menjadi tiruan yang tanpa pikiran. Allah menciptakan keunikan kita, jadi Dia pasti tidak ingin menghancurkannya. Keserupaan dengan Kristus adalah tentang mengubah karakter kita, bukan kepribadian kita.


Allah ingin agar kita mengembangkan jenis karakter yang dijelaskan dalam Ucapan Bahagia Yesus (Matius 5: 1-2), buah Roh (Galatia 5: 22-23), pasal luar biasa Paulus tentang kasih (1 Korintus 13), dan daftar Petrus tentang ciri-ciri kehidupan yang efektif dan produktif (2 Petrus 1: 5-8).


Ketika kita lupa bahwa karakter adalah salah satu tujuan Allah dalam hidup kita, kita akan menjadi frustrasi dengan keadaan kita. Kita mungkin bertanya-tanya, “Mengapa ini terjadi pada saya? Mengapa saya mengalami saat-saat yang sulit?” Salah satu jawabannya adalah hidup ini seharusnya sulit! Itulah yang memungkinkan kita untuk bertumbuh.


Banyak orang Kristen salah menafsirkan janji Yesus tentang kehidupan yang berkelimpahan (Yohanes 10:10) yang berarti kesehatan yang sempurna, gaya hidup yang nyaman, kebahagiaan yang terus-menerus, realisasi impian kita sepenuhnya, dan bantuan segera dari masalah melalui iman dan doa.


Mereka berharap kehidupan Kristen mudah. Mereka mengharapkan sorga di bumi.


Perspektif yang mementingkan diri sendiri ini memperlakukan Tuhan sebagai jin yang hanya ada untuk melayani kita dalam pengejaran ego kita untuk pemenuhan pribadi. Tapi Tuhan bukanlah hamba kita. Jika kita jatuh pada gagasan bahwa hidup itu seharusnya mudah, kita akan menjadi sangat kecewa atau hidup dalam penyangkalan terhadap kenyataan.


Jangan kita pernah lupa bahwa hidup bukanlah tentang kita! Kita ada untuk tujuan Tuhan, bukan sebaliknya. Mengapa Tuhan memberikan sorga di Bumi ketika Dia merencanakan hal yang nyata untuk kita dalam kekekalan? Mari kita luangkan waktu kita di Bumi untuk menyiapkan sorga dengan membangun karakter kita yang seperti Kristus.


Untuk Kita Renungkan:


* Terkadang sulit untuk melihat bagaimana Tuhan bekerja pada karakter Anda di tengah keadaan yang sulit. Menurut Anda apa yang Tuhan ingin Anda lakukan ketika Anda tidak mengerti bagaimana Dia bekerja dalam hidup Anda?


* Bagaimana perspektif kekal — berfokus pada upah di surga — mengubah cara Anda menghadapi masa-masa sulit?


* Dengan cara apa karunia dan kemampuan Anda menjadi lebih efektif bila sejalan dengan tujuan Tuhan?

Sabtu, 01 Mei 2021

How to Be Wise in Relationships

 How to Be Wise in Relationships


BY RICK WARREN —


”Any fool can start arguments; the honorable thing is to stay out of them.”

Proverbs 20:3 (GNT)


Wise people are peacemakers, not troublemakers. Wise people don’t carry a chip on their shoulder. They’re not always looking for a fight. And they don’t intentionally antagonize other people. 


The fact is, if you’re around someone for any length of time, you’ll figure out what irritates that person. Then you may file that information in the back of your mind as a tool to use when you get in an argument. When that person says something that hurts, offends, or slights you in any way, you pull out that information and use it against them. You push the hot button. And it works every time!


You know what the Bible calls this kind of behavior? Stupid! It doesn’t get you any closer to resolution or help your relationship. In fact, it hurts the relationship. It’s not wise.

Proverbs 20:3 says, “Any fool can start arguments; the honorable thing is to stay out of them” (GNT). 


We all use counterproductive strategies in relationships. They’re hurtful, they’re harmful, and they don’t get you what you want. But when we lack wisdom, we use them anyway.


Here are just a few of these counterproductive strategies:


1. Comparing. Never compare your wife, your husband, your kids, your boss, or anyone else—because each person is unique. Comparing antagonizes anger.


2. Condemning. When you start laying on the guilt in a relationship, you get the opposite of what you expect. It doesn’t work, and it’s foolish.


3. Contradicting. William James, the famous psychologist, said, “Wisdom is the art of knowing what to overlook.” Some things just aren’t worth your attention; you simply need to overlook them.


The Bible says in Proverbs 14:29, “A wise man controls his temper. He knows that anger causes mistakes” (TLB). Have you ever said or done anything out of anger? We all have! When you get angry, your intelligence goes out the window. You say and do foolish things that are self-defeating.


Have you ever thought about the fact that there is only one letter difference between “anger” and “danger”? When you get angry, you are in dangerous territory. You are about to hurt others—and yourself—with your own anger.


The good news is that you don’t have to let your anger get the best of you. You can choose to be a peacemaker, not a troublemaker. Follow the wise advice of Proverbs: Control your temper and stay out of arguments. You—and the people you’re in relationship with—will be glad you did.


Talk It Over:


* What counterproductive strategies have you used in relationships? How have they backfired on you?


* How has your own anger hurt you or the people around you?


* When have you chosen to stay out of an argument or to control your temper? What was the result?


Bagaimana Menjadi Bijaksana dalam Pergaulan


OLEH RICK WARREN -


”Setiap orang bodoh bisa memulai pertengkaran; yang terhormat adalah yang menjauhinya.”

Amsal 20: 3 (Good News Translation/GNT)


Orang bijak adalah pembawa damai, bukan pembuat onar. Orang bijak tidak membawa chip kebenciandi bahu mereka. Mereka tidak selalu mencari pertengkaran. Dan mereka tidak dengan sengaja membuat marah orang lain.


Faktanya adalah, jika kit berada di sekitar seseorang untuk waktu yang lama, kita akan mengetahui apa yang membuat orang itu kesal. Kemudian kita dapat menyimpan informasi itu di belakang pikiran kita sebagai alat untuk digunakan saat kita berdebat. Ketika orang itu mengatakan sesuatu yang menyakiti, menyinggung, atau menghina kita dengan cara apa pun, kita bisa menarik informasi itu dan menggunakannya untuk melawannya. Kita menekan tombol panas. Dan itu berhasil setiap saat!


Tahukah kita apa yang Alkitab sebut tentang perilaku semacam ini? Bodoh! Itu tidak membuat kita semakin mendekati janji kita atau membantu pergaulan kita. Faktanya, itu merusak hubungan. Itu tidak bijaksana.

Amsal 20: 3 mengatakan, “Setiap orang bodoh dapat memulai pertengkaran; yang terhormat adalah menjauhinya” (GNT).


Kita semua menggunakan strategi kontraproduktif itudalam pergaulan. Itu menyakitkan, itu berbahaya, dan itu tidak mendapatkan apa yang kita inginkan. Tetapi ketika kita kekurangan kebijaksanaan, kita tetap menggunakannya.


Berikut adalah beberapa dari strategi kontraproduktif ini:


* 1. Membandingkan.* Jangan kita pernah membandingkan istri kita, suami kita, anak-anak kita, atasan kita, atau orang lain — karena setiap orang itu unik. Membandingkan akan membuat amarah.


* 2. Mengutuk.* Ketika kita mulai bertumpu pada rasa bersalah dalam suatu hubungan, kita mendapatkan kebalikan dari apa yang kita harapkan. Itu tidak berhasil, dan itu bodoh.


* 3. Mempertentangkan.* William James, psikolog terkenal, berkata, "Hikmat adalah seni untuk mengetahui apa yang harus diabaikan." Beberapa hal tidak menarik perhatian kita; kita hanya perlu mengabaikannya.


Alkitab berkata dalam Amsal 14:29, “Orang bijak mengendalikan amarahnya. Dia tahu bahwa kemarahan menyebabkan kesalahan” (TLB). Pernahkah kita mengatakan atau melakukan sesuatu karena marah? Kita semua pernah! Ketika kita marah, kecerdasan kita keluar dari jendela. Kita mengatakan dan melakukan hal-hal bodoh yang merugikan diri sendiri.


Pernahkah kita berpikir tentang fakta bahwa dalam bahasa Inggris hanya ada satu huruf yang membedakan antara "amarah" (anger) dan "bahaya" (danger)? Saat kita marah, kita berada di wilayah berbahaya. Kita akan menyakiti orang lain — dan diri kita sendiri — dengan amarah kita sendiri.


Kabar baiknya adalah kita tidak harus membiarkan amarah menguasai kita. Kita bisa memilih menjadi pembawa damai, bukan pembuat onar. Kita ikuti nasihat bijak Amsal: Kita kendalikan amarah kita dan kita jauhi argumen. Kita — dan orang yang berhubungan dengan kita — akan senang jika kita melakukannya.


Untuk Kita Renungkan:


* Strategi kontraproduktif apa yang telah Anda gunakan dalam pergaulan? Bagaimana itu menjadi bumerang bagi Anda?


* Bagaimana kemarahan Anda sendiri menyakiti Anda atau orang-orang di sekitar Anda?


* Kapan Anda memilih untuk tidak berdebat atau mengendalikan amarah Anda? Apakah hasilnya?