sumber http://hmministry.com/2014/08/4021/_KASIH_Sebagai_Kunci_Mempersiapkan_Umat_Yang_Layak_Bagi_Tuhan.GBI
Perintah Tuhan kepada kita sebagai gereja-Nya semakin jelas, yaitu untuk mempersiapkan bagi Tuhan suatu “Umat yang layak bagi-Nya.” Ini suatu kehormatan yang Tuhan berikan, suatu kepercayaan yang besar. Mari kita terima perintah Tuhan ini sebagai sebuah “Kebenaran” yang harus dilakukan dengan tepat, seperti respon Nuh yang di perintahkan Tuhan untuk membangun bahtera. Alkitab menyatakan: “Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintahkan Allah kepadanya, demikianlah dilakukannya.” (Kejadian 6:22). Karena
Nuh taat maka ia selamat. Demikian juga kita; jika kita mau selamat dan
masuk surga, kitapun harus merspon perintah Tuhan tersebut. Yesus
berkata, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan,
Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan
kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 7:21)
Agar bisa mempersiapkan umat yang layak
maka kita yang harus terlebih dahulu memiliki kualitas hidup sebagai
umat yang layak bagi Tuhan. Kunci agar kita bisa memiliki kualitas hidup
sebagai umat yang layak adalah hidup dalam KASIH, artinya kita sudah
menerima Kasih Allah dan kita mengasihi sesama kita. Yesus Kristus
berkata, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 19:19), artinya
jikalau kita membenci sesama karena kita tidak menyukai mereka,
bagaimana kita bisa mempersiapkan umat yang layak bagi-Nya? Tanpa kasih,
kita tidak berguna sebab kita tahu bahwa kita sudah berpindah dari
dalam maut ke dalam hidup, dan Alkitab menyatakan barangsiapa tidak
mengasihi maka ia tetap di dalam maut. Kita tidak bisa disebut sebagai
anak-anak Allah, tidak perduli pengalaman rohani apapun yang telah kita
alami atau banyaknya gereja yang telah kita hadiri dan seberapa
tingginya jabatan kita di gereja, Firman Tuhan menyatakan, “Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.” (1 Yohanes 4:8)
Apabila kita beragama Kristen namun kita
tidak mengenal Allah karena kita tidak mengasihi sesama, maka
sesungguhnya kita tidak bisa dikategorikan sebagai murid Kristus sebab
Yesus berkata, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu,
yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi
kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua
orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu
saling mengasihi.” (Yohanes 13:34-35). Namun jika kita tidak mau mengasihi, Yesus berkata: “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” (Matius 7:23). Mari kita introspeksi diri kita , apakah kita masing-masing mau mengasihi sesama?
KASIH ITU SABAR
Kasih yang sabar bertahan, kasih yang
sabar tidak pernah bosan dan lelah menunggu. Kasih yang sabar tidak
pernah menyerah terhadap seorang anak yang suka bohong, yang kecanduan
minuman keras atau anak yang memberontak. Kasih yang sabar bertekun
dalam suatu pernikahan tanpa cinta. Kasih yang sabar mengatupkan
rahangnya dan tetap berpegang pada harapan yang tak pernah pudar untuk
hari depan yang lebih baik. Sayangnya, banyak di antara kita tidak dapat
memahami pribadi Tuhan yang begitu Mahakuasa namun juga panjang sabar.
Saat Tuhan tidak melakukan apa yang kita inginkan, kita menjadi gelisah
dan cerewet. Kita harus belajar prinsip ilahi tentang sifat Tuhan ini;
Penundaan Tuhan bukanlah penolakan. Mungkin ketika kita melihat ada
kecurangan, ada ketidak-adilan, kita berseru kepada Tuhan dan sepertinya
Ia tidak melakukan apa-apa, lalu kita berteriak, “Engkau tidak mengasihi ku!” atau “Di mana Engkau Tuhan, saat aku membutuhkan-Mu?” Kita
harus tahu bahwa salah satu ciri daripada kasih Tuhan adalah lambat
untuk marah, Ia panjang sabar. Lihatlah kesabaran-Nya dalam rencana
keselamatan. Allah mengutus Musa kepada bangsa Israel, dan ditolak.
Allah mengutus para nabi, dan mereka dilempari batu. Lalu Allah mengutus
Yesus Kristus bukan dengan berjalan seperti seorang panglima tertinggi
yang tidak boleh di jamah, bukan sebagai pribadi yang haus akan
kekuasaan dan bukan juga seorang yang sibuk dengan pencitraan untuk
diri-Nya. Yesus lahir di palungan, di tempat yang sangat sederhana namun
Ia bertumbuh sebagai seorang Anak yang punya integritas, sifat Allah
yang penuh Kasih begitu melekat pada diri-Nya. Dia menjamah orang-orang
yang sakit kusta yang justru tabu untuk dijamah. Ia merangkul dan
menolong orang-orang yang terbuang dari masyarakat. Ia membasuh kaki
para murid-Nya yang kotor di ruang atas pada jam-jam terakhir dari
hidup-Nya. Juru Selamat dunia itu mengizinkan tentara Herodes menampar
dan meludahi-Nya, mengolok-olok, mengenakan mahkota duri di kepala-Nya
dan memakukan kaki dan tangan-Nya di sebuah salib Romawi yang keji di
Golgota di luar Yerusalem. Mengapa Allah mengizinkan ini terjadi? Karena
Kasih Allah itu sabar. Seberapa sabarkah kita terhadap diri kita
sendiri dan orang-orang lain? Saya percaya, jika Kasih Allah itu sudah
kita alami dan tinggal di dalam kita, maka kita juga mampu mengasihi
dengan kasih yang sabar.
KASIH ITU MURAH HATI
Kemurahan hati adalah kasih yang
bertindak! Kemurahan hati adalah kemampuan untuk mengasihi sesama lebih
dari yang pantas mereka terima. Seringkali kita berkata: “Saya mau lakukan yang besar untuk Tuhan,” apakah
kita mau bermurah hati kepada anak-anak-Nya? Ketika kita mengetahui ada
seorang suami meninggalkan isteri dan anak-anaknya yang masih kecil
dalam kesulitan ekonomi, lalu si isteri bekerja keras untuk membesarkan
anak-anaknya dan tidak lama kemudian si isteri itu meninggal dunia.
Bagaimana dengan anak-anaknya? Apakah kita hanya bisa bilang: “Kasihan ya” tanpa
ada tindakan apa-apa? Atau ketika kita tahu ada puluhan juta orang
miskin, orang sakit, orang yang teraniaya di negeri, apakah kita hanya
sibuk mengkritik dan menyalahkan pemerintah tanpa kita bertindak
menolong mereka. Coba kita cari tahu, ada berapa banyak orang miskin,
orang yang menderita di gereja kita masing-masing? Lalu, setelah kita
mengetahuinya; apa yang akan kita lakukan? Lonceng bukanlah lonceng
sampai kita membunyikannya, lagu bukanlah lagu sampai kita
menyanyikannya. Kasih yang ada di dalam hati kita tidak ditaruh di sana
begitu saja, kasih bukanlah kasih sampai kita memberikannya karena: “Kasih itu murah hati.”
KASIH ITU TIDAK CEMBURU
Banyak terjadi perpecahan dalam rumah
tangga, perpecahan dalam hubungan pertemanan, perpecahan dalam tubuh
gereja dan lain-lain yang penyebabnya adalah cemburu dalam pengertian:
iri hati. Pada umumnya seseorang akan mengkritik orang lain yang secara
diam-diam ia cemburui. Saat kita merasa iri berarti kita siap menuai
masalah, sebab kasih sejati itu tidak cemburu, tidak iri hati, dan tidak
posesif. Saul tidak bisa mengendalikan rasa cemburunya pada Daud dengan
bijak, padahal ia lebih tua dan dewasa. Saul tidak bisa menerima ketika
Daud berhasil mengalahkan orang Filistin, dan perempuan-perempuan dari
segala kota Israel menyanyi sambil menari-nari dengan bersuka ria dengan
memukul rebana sambil berkata, “Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa.” Hal itu membangkitkan amarah Saul, karena perkataan itu sangat menyebalkan hatinya. Saul berpikir, “Kepada
Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku
diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja itupun jatuh
kepadanya.” (1 Samuel 18:8)
Sejak hari itu Saul selalu mendengki
Daud, karena iri hati. Lalu ia mempergunakan kekuasaannya sebagai raja
untuk membunuh Daud dengan menempatkan Daud pada tugas-tugas sulit yang
taruhannya adalah nyawa Daud. Tapi Tuhan selalu menyertai dan
melindungi. Alkitab mencatat, sejak saat Saul cemburu pada Daud hingga
matinya, ia terus membenci Daud dan terus mencoba membunuh Daud. Saul
dikuasai oleh kemarahan luar biasa karena gagal membunuh Daud.
Hari-harinya dilewati dengan memikirkan bagaimana caranya membunuh Daud,
tragis sekali. Semuanya berawal dari rasa iri dan cemburu yang
merupakan kemarahan karena tidak memiliki apa yang orang lain miliki.
Tapi kemudian berkembang menjadi kemarahan luar biasa dan tak
terkendali. Malah kehidupan Saul dikendalikan oleh kebencian dan
kemarahannya terhadap Daud. Apakah kita iri melihat orang tua kita lebih
memperhatikan saudara kita? Apakah kita rela melihat bawahan kita lebih
populer dari pada kita? Bisakah kita bersuka cita melihat seseorang
yang baru memulai pelayanan tapi wilayah pelayanannya lebih luas dari
pada kita? Kasih itu tidak cemburu.
KASIH ITU SANTUN
Kasih itu tidak pernah kasar, kasih itu
tidak berlaku tidak senonoh. Ada seorang Kristen dan sudah di baptis Roh
Kudus, mempunyai jabatan tinggi di gerejanya, tetapi ketika ia
marah; kata-katanya sangat menyakiti orang yang ia marahi. Bisakah
dengan begitu kita mempersiapkan umat yang layak bagi-Nya? Apa salahnya
menjadi orang yang santun ?
• Menarik kursi dan mempersilahkan seorang yang lebih tua untuk duduk
• Membukakan pintu mobil bagi istri; walaupun telah menikah selama dua puluh lima tahun,
• Menguasai diri untuk tidak berpakaian yang seronok
Adalah ekspresi yang alamiah dari kasih
yang santun. Kesopanan itu harus diajarkan, tidak didapat seperti suatu
virus. Anak-anak di rumah akan meneladani kesopanan yang kita
terapkan; di dalam masyarakat. Memang saat ini sikap sopan semakin
sulit untuk ditemukan namun jika kita mengasihi anak atau cucu kita,
maka kita harus mengajarkan kepada mereka untuk bersikap sopan dalam
perkataan, perbuatan dan berpakaian dengan memberikan teladan. Kesopanan
dapat menjadi suara kasih yang terjelas, karena kasih “tidak melakukan yang tidak sopan.”
KASIH ITU SETIA
Rasul Paulus menulis: “Kasih .... tidak mencari keuntungan diri sendiri.“ (1 Korintus 13:5). Kasih
itu tidak bersikeras memaksakan caranya sendiri, karena kasih sejati
itu tidak mengejar keuntungan dan keunggulan pribadi. Kisah Rut dan
Naomi dalam Perjanjian Lama merupakan tanda puncak kesetiaan dalam
Firman Allah. Rut adalah seorang kafir namun ia mendukung ibu mertuanya,
Naomi di perbatasan Yehuda; sementara mereka akan masuk ke Betlehem
yang artinya adalah rumah roti dan pujian.
Saat Rut melangkah masuk ke perbatasan
itu, ia sedang berpindah ke dalam masyarakat Yahudi tanpa harapan untuk
menikah lagi karena bangsa Yahudi tidak menikah dengan orang kafir.
Namun saat itu Rut mengungkapkan sikap kesetiaan yang unik kepada ibu
mertuanya, dengan mengetahui bahwa ia tidak bisa mengharapkan apapun di
masa depan. Ia berkata: “Janganlah desak aku meninggalkan
engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau
pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ
jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di
mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan.
Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu,
jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada
maut!” (Rut 1:16-17)
Itulah ekspresi kesetiaan! Dan saat ini kesetiaan sudah merupakan hal yang “langka”. Apakah
kita berbuat baik kepada orang lain karena ada keuntungan pribadi atau
karena mengasihi mereka secara tulus? Banyak rakyat kecewa karena sikap
pejabat yang mencari keuntungan pribadi dan tidak setia kepada amanat
rakyat. Bulan Agustus ini adalah bulan yang penting bagi bangsa
Indonesia, karena pada tanggal 17 Agustus 2014 genap 69 tahun Negara
Kesatuan Republik Indonesia merdeka sebagai suatu bangsa. Memang sebagai
suatu bangsa, kita sudah merdeka, namun pertanyaannya apakah bangsa ini
sudah betul-betul sudah merdeka dari dosa? Merdeka dari kepahitan,
kebenciaan, tawar hati, putus asa, ketakutan, pornografi, kehidupan
seksual yang menyimpang seperti; gay, lesbian, transgender dan kebiasaan
buruk lainnya?
Apakah kita sungguh-sungguh mau melayani
bangsa ini agar merdeka dari dosa dan kebiasaan-kebiasaan buruk?
Kekristenan tanpa kasih merupakan suatu “okultisme” lain, dan
ketahuilah bahwa dunia tidak perduli dengan apa yang kita ketahui sampai
mereka tahu bahwa kita perduli. Kasih tidak memiliki buku yang berisi
daftar catatan tentang dosa dan kegagalan orang-orang lain, karena kasih
mengampuni tanpa syarat dan sepenuhnya. Memang kasih sejati tidak
selalu memiliki akhir yang bahagia, kasih sejati tidak memiliki akhir.
Namun tetaplah mengasihi, karena “Kasih” adalah kunci untuk mempersiapkan “Umat yang layak bagi-Nya.” Kiranya Tuhan Yesus Kristus memberkati kita semua, amin! (FM)